Trending

Ada Apa dengan PDAM Kota Pekanbaru?


Pekanbaru- mediajagariau.com -, PDAM Tirta Siak Pekanbaru, lembaga yang bertugas menyediakan air bersih bagi warga Pekanbaru, kini menjadi sorotan utama akibat dugaan pelanggaran serius yang mencerminkan kurangnya transparansi. 

Investigasi oleh Konsolidasi Mahasiswa Pemuda Riau (KOMPOR) mengungkap berbagai praktik yang tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar: ada apa dengan PDAM kota Pekanbaru? Dari ketidakjelasan kepemilikan aset hingga penolakan dialog dengan publik, PDAM tampaknya lebih memilih beroperasi dalam bayang-bayang ketimbang memberikan kejelasan.

Salah satu bukti nyata kurangnya transparansi adalah status kepemilikan rumah di King Park yang hingga kini masih misterius. Tidak ada penjelasan resmi apakah properti ini aset perusahaan atau milik pribadi, apalagi soal sumber dana pembeliannya.

 Ketidakjelasan ini memicu dugaan bahwa ada penyalahgunaan wewenang yang disembunyikan dari publik. Parahnya lagi, aset operasional seperti mobil Xpander ternyata tidak tercatat dalam inventaris perusahaan, menunjukkan pengelolaan aset yang buram dan jauh dari standar akuntabilitas.

Masalah transparansi juga terlihat dalam pengelolaan keuangan PDAM. Investigasi KOMPOR menemukan adanya Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang diduga digunakan untuk menggelapkan dana. Selain itu, anggaran perusahaan tampak dimanipulasi dengan mengalihkan biaya lembur menjadi SPPD, sebuah trik yang diduga sengaja dilakukan untuk mengelabui pengawasan.

 Praktik ini tidak hanya meragukan integritas finansial PDAM, tetapi juga menyulitkan masyarakat dan pihak berwenang untuk memahami alur dana yang seharusnya digunakan demi kepentingan publik.

Dalam aspek ketenagakerjaan, PDAM kembali menunjukkan sikap tertutup. Pegawai dipaksa mengundurkan diri tanpa surat pemecatan resmi, sebuah langkah yang diduga bertujuan menghindari kewajiban membayar pesangon. Proses ini berlangsung tanpa dokumentasi yang jelas, mencerminkan ketidaktransparanan dalam manajemen sumber daya manusia. 

Sementara itu, dugaan nepotisme muncul dari hubungan keluarga antara General Manager Thanto Wijaya dan Aisyah di bagian keuangan. Tanpa penjelasan terbuka, publik dibiarkan berspekulasi tentang adanya favoritisme yang merugikan meritokrasi.

Puncak dari semua ini adalah sikap PDAM yang terus menolak dialog. Sebanyak tiga kali permintaan mediasi diajukan oleh KOMPOR, terakhir pada 26 Mei 2025, namun tidak satu pun dihadiri oleh pimpinan PDAM. 

"Ini berarti pihak PDAM tidak mendengarkan keluhan masyarakat sebagai salah satu yang terdampak oleh kegiatan PDAM," tegas Agel Gandiza, ketua umum KOMPOR. "Kami mendesak PDAM memberikan penjelasan terbuka, tapi mereka justru menutup diri." Sikap ini memperkuat kesan bahwa PDAM enggan bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran yang ada.

Kurangnya transparansi ini bukan sekadar masalah internal, tetapi juga berpotensi melanggar hukum, seperti Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sebagai perusahaan daerah yang mengelola layanan vital, PDAM seharusnya menjadi teladan dalam tata kelola yang baik. 

Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat Pekanbaru kini menanti jawaban: ada apa dengan PDAM kota Pekanbaru? Tanpa langkah nyata untuk membuka diri dan mengatasi masalah, kepercayaan publik terhadap institusi ini akan terus tergerus.

Lebih baru Lebih lama